belajar untuk meraih miimpi...

wen assallamualaikum..

Kamis, 01 April 2010

LOGIKA, PROPOSISI, DAN PENALARAN

A. Pendahuluan

Makalah ini disusun dalam rangka proses pembelajaran mata kuliah Filsafat Ilmu yang membahas berbagai aspek yang menyangkut ontologi keilmuan, epistemologi keilmuan, dan aksiologi keilmuan sebagai dasar berfikir ilmiah, yang bertujuan untuk memiliki wawasan dan pemahaman dasar yang memadai terutama sebagai salah satu bekal dasar yang berhubungan dengan masalah penelitian penyusunan tesis.

Dalam pembahasan makalah ini kami akan mencoba beberapa kajian yang akan dipaparkan yang berhubungan dengan masalah : logika, proposisi dan penalaran, penalaran deduktif, penalaran induktif, kesalahan penalaran dan penalaran ilmiah, tentunya kajian-kajian yang kami lakukan mengacu kepada referensi-referensi yang telah direkomendasikan dalam perkuliahan.


B. Pembahasan
1. Logika, Proposisi dan Penalaran
a. Logika

Logika merupakan bagian filsafat yang membicarakan hakekat ketepatan, cara menyusun pikiran yang dapat menggambarkan ketepatan berpengetahuan. Jadi tepat belum tentu benar, sedangkan benar selalu mempunyai dasar yang tepat, hingga logika tidak mempersoalkan kebenaran sesuatu yang dipikirkan akan tetapi membatasi diri pada ketepatan susunan berpikir yang menyangkut pengetahuan dan mempersyaratkan kebenaran, bukan wacana kebenarannya, contoh kalimat ” Saya berangkat bersama teman ke tempat rekreasi ” kalimat ini memenuhi syarat kelogisan karena susunan berpikirnya tepat, boleh jadi juga benar, contoh kalimat lainnya ”Kuda berkaki tujuh” kalimat ini tepat dalam urutannya hingga memenuhi syarat kelogisan, tetapi tidak benar.

Secara etimologis, logika berasal dari bahasa Yunani kuno, logos yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Namun pengertian dasarnya sering disebut sebagai ilmu berkata-kata atau ilmu berfikir benar, bukan tepat melainkan benar, hal ini sesuai pendapat Thomas Maunter (1999), logika merupakan penyelidikan yang memiliki objek berupa prinsip-prinsip bernalar yang benar.

1) Sejarah Logika
Yunani Kuno
Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium (334 SM - 226 SM), yaitu pelopor Kaum Stoa, sedangkan sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.

Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini.

Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.


Abad Pertengahan dan Logika Modern

Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan Boethius masih digunakan, hingga Thomas Aquinas (1224-1274) dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika dan melahirkan tokoh-tokohlogika modern seperti:
(1) Petrus Hispanus (1210 - 1278)
(2) Roger Bacon (1214-1292 )
(3) Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar .

Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam bukunya An Essay Concerning Human Understanding, sedangkan Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum, dan dilanjutkan oleh J.S. Mills (1806 - 1873) yang menekankan logika pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic.

Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:
(1) Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.
(2) George Boole (1815-1864)
(3) John Venn (1834-1923)
(4) Gottlob Frege (1848 - 1925)

Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs). Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).

Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain
2) Macam-macam logika
(1) Logika alamiah (Naturalis)
Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir, yang berdasarkan pengalaman. Mesalnya : dapat membedakan bahwa sesuatu itu adalah berbeda dengan sesuatu yang lain atau suatu buah-buahan dapat atau tidak dapat dimakan.

(2) Logika ilmiah (Artisifialis)
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi, dasarnya hasil penelitian laboratorium. Misalnya : suatu buah-buahan dapat atau tidak dapat dimakan dengan berdasarkan hasil penelitiam, unsur apa yang terdapat dalam buah-buahan hingga dapat dimakan dan tidak dapat dimakan .

3) Kegunaan logika
(1) Membantu setiap orang yang mempelajari untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
(2) Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
(3) Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
(4) Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas- asas sistematis
(5) Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan serta kesesatan.
(6) Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.


b. Proposis

proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan salahnya , misalnya :

Hasan adalah manusia penyabar.
Besi bila dipanaskan memuai.
Agus Salim adalah diplomat.
Semua gajah tidak punah di tahun 1984.
Shakespear bukan pemimpin militer.
Besi tidak lebih ringan daripada air tawar.

Bila ada pernyataan pikiran yang mengungkapkan keinginan dan kehendak tidak dapat dinilai benar dan salahnya bukanlah proposisi, misalnya :

Semoga Tuhan selalu melindungi.
Ambilkan aku segelas air.
Alangkah cantiknya gadis itu.
Saudara sekalian yang terhormat.
Cis kau anak tolol
Wahai purnama bersinarlah selalu

1. Macam proposisi, yang menurut sumbernya adalah :
a. Proposisi analitik (proposisi a priori) , adalah proposisi yang predikatnya mempunyai pengertian yang sudah terkandung pada subyeknya, seperti :

Mangga adalah buah-buahan
Kuda adalah hewan
Ayah adalah orang laki-laki
Kata “buah-buahan” pada contoh “Mangga adalah buah-buahan”, pengertiannya sudah terkandung pada subyek “mangga”. Jadi predikat pada proposisi analitik tidak mendatangkan pengetahuan baru.

b. Proposisi sintetik(proposisi a posteriori), adalah proposisi yang predikatnya yang mempunyai pengertian yang bukan menjadi keharusan bagi subyeknya, seperti :

Pepaya ini manis
Gadis itu gendut
Onassis adalah kaya raya
Kata “manis” pada contoh “Pepaya ini manis”, pengertiannya belum terkandung pada subyeknya, yaitu “pepaya”. Jadi kata manis merupakan pengetahuan baru yang didapat melalui pengalaman, maka untuk mengetahui sesuai tidaknya dengan kenyataan empiriknya harus diuji terlebih dahulu.



2. Bentuk proposisi
a. Proposisi kategorik, adalah proposisi yang mengandung pernyataan tanpa adanya syarat, seperti :

Hasan sedang sakit.
Anak-anak yang tinggal di asrama adalah mahasiawa.
Orang rajin akan mendapatkan sesutu yang lebih dari yang mereka harapkan.

Proposisi kategorik yang paling sederhana terdiri dari satu term subyek, satu term predikat, satu kopula dan satu quantifier. Subyek, sebagaimana kita ketahui, adalah term yang menjadi pokok pembicaraan. Predikat adalah term yang menerangkan subyek. Kopula adalah kata yang menyatakan hubungan antara term subyek dan term predikat. Quantifier adalah kata yang menunjukkan banyaknya satuan yang diikat oleh term subyek, contoh :

Sebagian manusia adalah pemabuk
1 2 3 4
1 = quantifier 2 = term subyek 3 = kopula 4 = term predikat

Quantifier ada kalanya menunjuk kepada permasalahan universal, seperti kata: seluruh, semua, segenap, setiap, tidak satu pun; ada kalanya menunjuk kepada permasalahan partikular, seperti: sebagian, kebanyakan, beberapa, tidak semua, sebagian besar, hampir seluruh, rata-rata, [salah] seorang di antara ...; [salah] sebuah di antara ...; ada kalanya menunjuk kepada permasalahan singular, tetapi untuk permasalahan singular biasanya quantifier tidak dinyatakan. Apabila quantifler suatu proposisi menunjuk kepada permasalahan universal maka proposisi itu disebut proposisi universal; apabila menunjuk kepada permasalahan partikular disebut proposisi partikular, dan apabila menunjuk kepada permasaiahan singular, disebut proposisi singular.

Perlu diketahui, meskipun dalam suatu proposisi tidak dinyatakan quantifiernya tidak berarti subyek dari proposisi tersebut tidak mengandung pengertian banyaknya satuan yang diikatnya. Dalam keadaan apapun subyek selalu mengandung jumlah satuan yang diikat. Lalu bagaimana menentukan kuantitas dari proposisi yang tidak dinyatakan quantifier-nya. Kita dapat mengetahui lewat hubungan pengertian antara subyek dan predikatnya.

Kopula, adalah kata yang menegaskan hubungan term subyek dan term predikat baik hubungan mengiakan maupun hubungan mengingkari. Bila ia berupa ‘adalah’ berarti mengiakan dan bila berupa ‘tidak, bukan atau tak’ berarti mengingkari. Kopula menentukan kualitas proposisinya. Bila ia mengiakan, proposisinya disebut proposisi positif dan bila mengingkari disebut proposisi negatif. Kopula dalam proposisi positif kadang-kadang dinyatakan dan kadang-kadang tidak (tersembunyi). Kopula pada proposisi negatif tidak rnungkin disembunyikan, karena bila demikian berarti mengiakan hubungan antara term subyek dan predikatnya.

Dengan quantifier dapat kita ketahui kuantitas proposisi tertentu, apakah universal, partikular ataukah singular, dan dengan kopula bisa kita ketahui kualitas proposisi itu apakah positif ataukah negatif. Dari kombinasi antara kuantitas dan kualitas proposisi maka kita kenal enam macam proposisi, yaitu: (a) universal positif, (b) partikular positif, (c) singular positif, (d) universal negatif, (e) partikular negatif, (f) singular negatif, Proposisi universal positif, kopulanya mengakui hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan, dalarn Logika dilambangkan dengan huruf A. Proposisi partikular positif kopula mengakui hubungan subyek dan predikat sebagian saja dilambangkan dengan huruf I. Proposisi singular positif karena kopulanya mengakui hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan maka juga dilambangkan dengan huruf A. Huruf A dan I masing masing sebagai lambang proposisi universal positif dan partikular positif diambil dari dua huruf hidup pertama kata Latin Affirmo yang berarti mengakui.

Proposisi universal negatif kopulanya mengingkari hubungan subyek dan predikatnya secara keseluruhan, dalam Logika dilambangkan dengan huruf E. Proposisi partikular negatif kopuIanya mengingkari hubungan subyek dan predikat sebagian saja, dilambangkan dengan huruf O.Proposisi singular negatif karena kopulanya mengingkari hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan, juga dilambangkan dengan huruf E. Huruf E dan 0 yang dipakai sebagai lambang tersebut diambil dari huruf hidup dalam kata n Eg O, bahasa Latin yang berarti menolak atau mengingkari.

Dengan pembahasan di atas maka kita mengenal lambang, permasalahan dan rumus proposisi sebagai berikut:
Lambang Permasalahan Rumus A Universal positif Semua S adalah I Partikular positif Sebagian S adalah E Universal negatif Semua S bukan 0 Partikular negatif Sebagian S bukan P

Dalam menentukan apakah suatu proposisi itu positif atau negatif, kita tidak boleh semata-mata berdasarkan ada tidaknya indikator negatifnya, yaitu: tak, tidak atau bukan. Indikator itu menentukan negatifnya suatu proposisi apabila ia berkedudukan sebagai kopula. Bila indikator tidak berkedudukan sebagai kopula proposisi Itu adalah positif.

b. Proposisi hipotetik, adalah proposisi yang mengandung pernyataan dengan syarat, seperti :

Jika permintaan bertambah maka harga akan naik

Pada proposisi hipotetik kopulanya adalah ” jika, apabila, manakala, kemudian dilanjutkan dengan maka” ,dan menghubungkan dua buah pernyataan seperti contoh di atas, ”Jika’ dan ”maka’ adalah kopula, ” permintaan bertambah” sebagai pernyataan pertama disebut sebab atau antecedent dan ” harga akan naik” sebagai pernyatan kedua disebut akibat atau konsekuen.Proposisi hipotetik mempunyai 2 bentuk, yaitu : (1) proposisi hipotetik yang mempunyai hubungan kebiasaan, seperti :

Bila A adalah B maka A adalah C

Bila Hasan rajin ia akan naik kelas.
Jika tanaman sering diberi pupuk ia akan subur.
Manakala seseorang dihina, maka ia akan marah.
(2) proposisi hipotetik yang mempunyai hubungan keharusan, seperti :

Bila A adalah B maka C adalah D

Bila hujan, saya naik beca.
Bila keadilan tidak dihiraukan, maka rakyat akan menuntut.
Bila permintaan bertambah, maka harga akan naik.

c. Proposisi disyungtif, adalah proposisi yang mengandung pernyataan jika tidak benar maka salah, pada proposisi ini kopulanya berupa ” jika” dan ”mka”, seperti :

Hidup kalau tidak bahagia adalah susah.
Hasan di rumah atau di sekolah.
Jika bukan Hasan yang mencuri maka Budi.
Ada 2 bentuk proposisi disyungtif, yaitu :(1) proposisi disyungtif sempurna yang mempunyai alternatif kontradiktif, dengan rumusannya : A mungkin B mungkin non B, seperti :

Hasan berbaju putih atau berbaju non putih.
Budi mungkin masih hidup mungkin sudah mati (non-hidup).
Fatimah berbahasa Arab atau berbahasa non-Arab.
(2) proposisi disyungtif tidak sempurna, alternatifnya tidak berbentuk kontradiktif, dengan rumusannyain : A mung B mungkin C, seperti :

Hasan berbaju hitam aatau berbaju putih.
Budi di toko atau di rumah.
PSSI kalah atau menang.

c. Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Penalaran juga merupakan aktifitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan lambang. Lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dan lambangnya adalah kata, untuk proposisi lambangnya adalah kalimat (kalimat berita) dan untuk penalaran lambangnya adalah argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.

1. Ciri penalaran
a. Adanya suatu pola berpikir secara luas dapat disebut logika, bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri atau kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis.
b. Adanya suatu proses berpikir bersifat analitik, yakni kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.

2. Jenis metode dalam menalar
a. Penalaran Induktif.
Pengertian
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif, contoh :

Kambing mempunyai mata.
Gajah mempunyai mata.
Kucing mempunyai mata.
Semua binatang mempunyai mata

b. Penalaran Deduktif
Pengertian
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus, contoh:

Semua mahluk mempunyai mata. (Premis mayor)
Si Polan adalah seorang mahluk. (Premis minor)
Jadi Si Polan mempunyai mata. (Kesimpulan)

3. Kesalahan Penalaran
kesalahan adalah Kesesatan yang terjadi dalam aktifitas berfikir dikarenakan penyalah-gunaan bahasa dan/ atau penyalahan relevansi.
Kesesatan merupakan bagian dari logika, dikenal juga sebagai fallacia/falaccy, dimana beberapa jenis kesesatan penalaran dipelajari sebagai lawan dari argumentasi logis.Kesesatan terjadi karena dua hal:
1) Ketidak tepatan bahasa, pemilihan terminologi yang salah.
2) Ketidak tepatan relevansi,(1) Pemilihan premis yang tidak tepat; yaitu membuat premis dari proposisi yang salah (2) Proses kesimpulan premis yang caranya tidak tepat (3) premisnya tidak berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa 3 bentuk pemikiran manusia adalah aktifitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.

C. Kesimpulan

Ditinjau dari pola berfikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut.





















DAFTAR KEPUSTAKAAN



Internet. 2007

H. Mundiri, Drs. Logika. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2006

Yunus, Mahmud. Logika Suatu Pengantar. Surabaya : Graha Ilmu. 2007-10-02

Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogyakarta. 2004

Kukla, Andre. Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Jendela. 2002

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. 2005

Wiramihardja, Psi. Prof. Dr.Sutardjo A. Pengantar Filsafat. Bamdung : Rerfika Aditama. 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar