belajar untuk meraih miimpi...

wen assallamualaikum..

Minggu, 11 April 2010

“Belajarlah, walaupun pada seorang anak kecil! ”

Ia Yang Bijak Menjunjung Tinggi Setiap Orang. Tidak Ada Seorang pun Yang Diremehkannya
~ Tao Te Cing ~

Demikian seorang Konfusius mengatakan, “Belajarlah, walaupun pada seorang anak kecil! ”
Padahal kita tahu ia adalah seorang guru besar dengan ribuan muridnya. Bahkan sudah dianggap nabi oleh pemujanya. Ia yang sudah begitu tinggi pengetahuannya dan kebijaksananya masih bisa mengatakan demikian, karena saat ditanya seorang anak kecil, berapa jumlah rambut dikepala? Ini bukan pertanyaan tebak-tebakan seperti ditawa sutra yang membutuhkan jawaban untuk memancing ketawa. Tapi butuh sebuah kebijaksanaan untuk menjawabnya. Memang Konfusius tidak bisa menjawab waktu itu.
Dan jawaban dari anak kecil itulah, Konfusius mengatakan bahwa kitapun perlu belajar kepada seorang anak kecil sekalipun. Sebuah jawaban yang sederhana, kalau tidak ganjil, pasti genap jumlah rambut dikepala itu. Itulah bedanya kita dengan orang yang bijak. Kalau kita pasti tertawa waktu itu, tapi Konfusius merenungkannya dalam-dalam. Kadang dengan pengetahuan yang kita dapatkan dari buku-buku dan sekolahan sudah membuat otak sepertinya sudah mumpuni dan super. Sehingga sudah membuat kita seakan tahu segalanya dan menjadikan kita tukang kritik dan meremehkan orang lain. Membaca tulisan yang tidak sesuai dengan pemahaman kita sudah divonis salah dan mencibirkannya. Tidak mau membuka hati untuk merenungkannya sedikit saja terlebih dahulu. Bukankah setiap hal itu punya sisi-sisi yang berbeda. Begitu juga pemikiran kita.
Tanpa kita sadari dengan penuhnya ilmu dan pengetahuan kita membuat kita sombong dan arogan. Sedikit cerita , suatu hari seorang profesor mengunjungi seorang guru zen yang terkenal di padepokannya untuk berdiskusi dan mendapatkan pengajaran. Ketika mereka duduk berhadapan, sang guru menuangkan teh untuk menjamu tamunya. Walaupun gelas itu sudah penuh isinya, tapi sang guru terus menuangkan teh itu sampai berluberan.Akhirnya sang profesor tak tahan untuk mengingatkan, “Guru, sudah penuh jangan dituang lagiSambil memandangi tamunya, dengan suara penuh ketenangan ia berkata, “Itulah yang ingin aku katakan padamu, kalau kamu datang dengan kepenuhan persepsi dan pengetahuanmu serta pandangannu sendiri, kalau tidak dikosongkan dulu bagaimana saya bisa mengajarimu! ” Akhirnya sang profesor menjadi maPersis dengan keadaan sebagian dari kita. Oleh sebab itu dalam Tao Te Cing tertulis: ‘KOSONGKANLAH DIRIMU DAN KAU AKAN MENJADI PENUH. JADILAH LUSUH DAN KAU AKAN JADI BARU KEMBALI.. . Dengan tidak memamerkan diri, justru menjadi teladan. Dengan tidak membenarkan diri, justru akan dibenarkan. Dengan tidak membanggakan diri, justru akan memperoleh pengakuan. Karena tidak pernah menganggap dirinya tinggi, maka mereka tidak akan pernah jatuh.”
Kata-kata yang indah sekali yang saya temukan dalam sebuah buku yang selama inihanya jadi simpanan dimeja kantorDengan semakin banyak yang kita ketahui seharusnya adalah menjadikan kita semakin tidak tahu. Setelah belajar dan kita melupakannya. Bukankah dengan pikiran yang selalu kosong setiap saat kita akan terisi kembali? Pembelajaran yang indah bagi saya pagi ini.Semoga bermanfaat!

Nutrisi

Nutrisi - Makanan, berat badan, dan bentuk tubuh

Kebanyakan orang percaya bahwa gizi dan makanan berhubungan erat dengan berat badan dan bentuk tubuh.. Meskipun hal ini benar sampai batas tertentu, hal itu jelas tidak mewakili gambaran keseluruhan. Selain itu, para ahli baru-baru ini mulai mempertanyakan peran berat dan lemak dalam hubungannya dengan penyakit dan penyakit.. Lebih perlu dipelajari, namun para peneliti percaya sekarang bahwa hal itu mungkin untuk menjadi bugar dan sehat bahkan jika seseorang tampaknya terlalu berat. Dengan kata lain, memiliki kelebihan lemak di tubuh tidak secara otomatis membuat seseorang menjadi tidak sehat.

Sebuah Pelajaran dalam Genetika

Hal ini diyakini bahwa ketika orang-orang makan lebih banyak kalori daripada menggunakan tubuh mereka, mereka menambah berat badan. Sederhana seperti itu mungkin terlihat, tidak semua orang yang berlebihan berat badan makan berlebihanng sehat teman-teman sebaya mereka lakukan.. Perbedaan tampaknya terletak pada tingkat aktivitas.. Sebagian besar kelebihan berat badan remaja tidak makan lebih dari berat badan ya etika juga dapat memainkan peranan.  Gen bertanggung jawab untuk banyak cara seseorang tampak dan bertindak.. Untuk tingkat tertentu, mereka juga dapat mempengaruhi apakah seseorang akan menjadi gemuk atau tidak..
Meskipun orang mungkin dapat meningkatkan kesehatan mereka dengan makan baik dan berolahraga, tubuh mereka dan berat jenis ditentukan sebagian besar oleh genetika.  Tipe tubuh tampaknya berkaitan dengan berat badan.,. Tahun 1940-an, ilmuwan William H. Sheldon mengusulkan teori untuk menggolongkan tiga tipe tubuh dasar.. Sebuah endomorph dicirikan oleh peningkatan proporsi lemak tubuh; sebuah mesomorph oleh berotot; dan ectomorph oleh kurangnya banyak lemak atau otot.. Sebuah endomorph akan mengalami kesulitan untuk menurunkan berat badan, memiliki tubuh yang lembut dan berbentuk bulat.. Para mesomorph akan mengalami kesulitan, otot tubuh dan bisa memperoleh atau kehilangan berat badan dengan mudah.. Sebuah ectomorph akan tipis, halus membangun dan masalah kenaikan berat badan.. Tidak setiap orang akan cocok persis ke dalam satu kategori. Memiliki tubuh yang kelebihan lemak itu bisa dijalankan dengan beberapa faktor risiko kesehatan.
Tidak hanya jumlah kelebihan lemak tetapi lokasi lemak di tubuh seseorang adalah penting. Perempuan biasanya berat badan bertambah di pinggul dan pantat mereka memberi mereka bentuk pir.. Pria biasanya membangun lemak tubuh di sekitar perut mereka memberi mereka apel bentuk. Meskipun ini bukan aturan keras dan cepat, ada bukti bahwa orang-orang dengan lemak dalam perut mereka, laki-laki atau perempuan, lebih mungkin untuk mengembangkan banyak masalah kesehatan yang berhubungan dengan berat badan yang berlebihan atau obesitas, seperti penyakit jantung dan ketik -II diabetes.
.
Orang-orang yang orang tuanya mengalami obesitas cenderung menjadi kelebihan berat badan juga.. Memiliki orangtua yang kelebihan berat badan akan meningkatkan kemungkinan seseorang menjadi lebih berat 25 sampai 30 persen.. Keturunan tidak mentakdirkan seseorang untuk menjadi gemuk, tetapi dapat mempengaruhi jumlah lemak tubuh dan didistribusikan di mana lemak pada tubuh seseorang.. Untuk menghindari risiko kesehatan yang serius, seseorang yang secara genetik cenderung konsisten obesitas harus berhati-hati tentang makan sehat dan berolahraga secara teratur.

The Body's Set Point

Teori titik setel pengendalian berat badan berpendapat bahwa tubuh akan mempertahankan bobot tertentu tanpa memperhatikan faktor eksternal.. Dengan kata lain, tidak peduli seberapa sehat seseorang makan atau berapa banyak seseorang dapat melaksanakan, ia tetap tepat sekitar berat badan yang sama.. Sayangnya, banyak orang yang kelebihan berat badan cenderung hanya berkonsentrasi pada penurunan berat badan ketika mereka harus fokus untuk memperbaiki kesehatan mereka.. Pada akhirnya, kebugaran lebih penting bagi kesehatan daripada apa seseorang memiliki berat atau jumlah lemak tubuh seorang pun.. Beberapa individu mungkin tidak akan kelebihan berat badan meskipun berat badan mereka mungkin terlihat tinggi tinggi mereka.. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan dalam komposisi tubuh.. Atlet dengan banyak otot, seperti pemain ski Olimpiade Picaboo Street, mungkin berat lebih dari mereka muncul, tapi mereka tidak akan pernah dianggap kelebihan berat badan karena otot lebih berat daripada lemak.. Pada akhirnya, orang yang latihan dan makan dengan baik secara alami akan jatuh ke nya titik setel.. Mencoba melawan titik setel ini dapat mengakibatkan frustrasi, depresi, dan praktek manajemen berat badan yang tidak sehat, seperti puasa dan diet.

Body Image

Melihat di cermin-apa yang lihat?? Apakah itu semuanya atau hanya fokus pada masalah tempat? Gambar tubuh adalah bagaimana seseorang melihat diri sendiri, dan bagaimana orang percaya apa yang orang lain lihat juga Gambar tubuh bisa mengatakan banyak tentang seseorang mental dan kesejahteraan fisik.

Gambar tubuh negatif adalah ketika seseorang tidak suka atau tidak merasa puas dengan tubuh mereka.. Memiliki citra tubuh negatif, dapat dikaitkan dengan harga diri rendah, depresi, kebiasaan kesehatan yang buruk, atau gangguan psikologis.. Hal ini dapat berdampak negatif pada perasaan, perilaku, hubungan interpersonal, kemampuan pengambilan keputusan, dan hari-hari hidup.. Membutuhkan latihan untuk menerima satu tubuh dan memahami bahwa semua aspek penampilan tidak dapat dikontrol. y. Banyak dari penampilan seseorang adalah karena keturunan.
Jika seseorang memiliki citra tubuh yang negatif, orang itu harus berusaha untuk mengembangkan diri tetapi realistis. Mencari hubungan yang mendukung positif adalah Memiliki citra tubuh negatif sering menyebabkan seseorang untuk memiliki pandangan yang menyimpang-nya berat badan.   bermanfaat dan juga mengingat bahwa seseorang rasa harga diri harus datang dari dalam.. Bergaul dengan orang-orang yang menerima diri mereka, mengakui bahwa tubuh adalah satu-satunya bagian dari diri sendiri, dan berfokus pada aspek-aspek positif dari kepribadian seseorang sangat membantu. Ini juga penting untuk melatih diri positif sering berbicara dan memberi diri layak kredit untuk prestasi.

Makanan dan Perasaan

.Dari hari orang-orang memasuki dunia mereka memiliki hubungan emosional makanan.. Makan dapat menjadi pengalaman emosional.. Banyak orang makan sebagai respon terhadap emosi mereka-seperti menjadi stres, lelah, atau bosan-daripada sebagai tanggapan terhadap isyarat-isyarat internal bahwa mereka lapar.. Ini disebut emosional makan. g Orang-orang juga makan sebagai respon terhadap isyarat eksternal lainnya seperti waktu, lokasi, atau situasi sosial. Orang-orang dengan siapa kita hidup atau bersosialisasi, tempat-tempat di mana kita melanjutkan hidup kita, dan terutama mengendalikan emosi kita makan kita.
"           "Normal" makan didefinisikan sebagai makan ketika lapar nyata hadir dan makan sampai satu puas, tanpa perasaan bersalah atau gelisah menjadi penuh. Normal makan adalah fleksibel dan bergantung pada isyarat-isyarat internal untuk mengatur hal itu, tetapi juga tergantung pada pilihan makanan yang baik untuk memastikan nutrisi yang baik.
.           Dari lahir banyak orang yang diprogram untuk makan di waktu-waktu tertentu dalam sehari, diberi makan sebagai imbalan atas perilaku yang baik atau pekerjaan yang dilakukan dengan baik, atau mengaitkan makanan dengan hari libur tertentu atau acara-acara sosial. Banyak orang mengasosiasikan makan dengan perilaku lain seperti menonton televisi. Mereka mungkin menemukan diri mereka sering ngemil sambil menonton televisi meskipun mereka tidak benar-benar lapar, karena itulah yang selalu mereka lakukan. And. Dan begitu makan "kebiasaan" terbentuk.. Kebiasaan makan seperti ini dapat mengakibatkan makan berlebihan atau makan makanan yang salah.. Banyak ahli kesehatan setuju bahwa mengubah kebiasaan makan yang negatif untuk sehat yang dapat membantu seseorang meningkatkan kesehatan mereka.

 

GANGGUAN MAKAN

.           Gangguan makan berbahaya psikologis (yang berhubungan dengan pikiran) penyakit yang mempengaruhi jutaan orang, terutama perempuan dan gadis muda. l. Yang paling terkenal adalah gangguan makan anorexia nervosa dan bulimia nervosa, tapi makan lain yang berhubungan dengan gangguan, seperti pesta-makan, ada jugae. Orang yang menderita gangguan makan yang mengancam kehidupan pertempuran obsesi (pikiran konstan) dengan makanan dan pikiran yang tidak sehat tentang berat badan mereka dan bentuk.. Jika tidak diobati, gangguan ini dapat menyebabkan kerusakan tubuh yang serius atau bahkan kematian. Recovery dari gangguan makan mungkin, meskipun sulit sebuah proses yang harus dilakukan di bawah pengawasan dokter.. Langkah pertama menuju pemulihan adalah untuk penderita untuk menerima bahwa ada masalah dan menunjukkan kesediaan untuk memusatkan perhatian pada perasaan nya bukan pada makanan dan berat badan.
Dalam rangka untuk mulai mengubah kebiasaan makanan yang buruk, seseorang harus mengenali terlebih dahulu.. Alasan banyak makan berlebihan atau makan lebih dari yang mereka butuhkan adalah karena mereka tidak mengenali perilaku makanan negatif.. Ahli merekomendasikan bahwa orang mengidentifikasi perilaku makanan mereka dengan menjaga makanan harian.. Sebuah buku harian makanan adalah catatan tentang orang makanan makan, apa yang mereka lakukan pada waktu itu, dan bagaimana perasaan mereka.. Latihan ini akan memberitahu orang tentang diri mereka sendiri, mereka godaan dan keadaan emosional yang mendorong mereka untuk makan dan sebaliknya mengabaikan tanda-tanda internal kelaparan.




PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MASA ANAK-ANAK DARI SUDUT PANDANG PSIKOMOTOR,KOGNITIF DAN AFEKTIF

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MASA
ANAK-ANAK DARI SUDUT PANDANG PSIKOMOTOR,KOGNITIF DAN AFEKTIF

Masa anak-anak dibagi di sini menjadi dua periode, periode pertama dinamakan periode masa anak-anak awal (anak kecil) dengan usia 2 sampai 6 tahun dan periode kedua masa anak-anak akhir (anak besar) dengan usia sekitar 6 tahun sampai 10 tahun. Dalam kesempatan ini kami akan membahas mengenai karakteristik di tinjau dari ranah kognitif, afektif dan perkembangan gerak pada anak yang masih kecil (usia 2 sampai 6 tahun) dan implikasi program perkembangan gerak serta daftar tipe karakteristik di tinjau dari ranah kognitif, afektif dan perkembangan gerak pada masa anak-anak besar (usia 6 sampai 10 tahun) dan implikasi program perkembangan geraka nak-

Karakteristik Masa Anak-anak (anak kecil) usia 2 Sampai 6 Tahun ditinjau dari Ranah Kognitif, Afektif, Perkembangan Gerak dan Implikasi Program Perkembangan Gerak


Perkembangan ranah afektif bisa dikatakan dramatis selama awal tahun masa anak-anak. Selama periode ini, anak dilibatkan di dalam kedua tugas baik itu tugas sosial dan emosional yang penting untuk perkembangkan inisiatif pada anak (prakarsa). Kebebasan dinyatakan melalui suatu ekspresi yang tumbuh dari kebebasan tidak dipengaruhi), yang bisa dilihat pada anak dengan kondisi senang untuk menjawab tidak kepada setiap pertanyaan secara langsung. Sebagai contoh, sekali pun seorang anak menginginkan untuk bermain di luar, anak laki-laki atau perempuan sering kali menolak satu ajakan untuk melakukan hal tersebut. Ini bisa dilihat sebagai satu ekspresi suatu perasaan yang baru dari kebebasan dan satu kemampuan untuk mengolah beberapa faktor di dalam lingkungan dibanding sebagai satu ekspresi penentangan saja. Suatu cara di mana untuk menghindari dengan reaksi otonomi secara alami dengan menyampaikan pertanyaan dengan cara lain "Apakah Anda ingin pergi ke luar?" untuk membentuk suatu statemen yang positif seperti "Mari bermain di luar" Dengan cara ini, anak tidak dihadapkan secara langsung dengan suatu pilihan yes-or-no. Bagaimanapun kepedulian harus diambil, untuk memberi situasi-situasi anak untuk lebih banyak mengekspresikan kebebasan mereka bersifat yang beralasan dan layak. Perkembangan perasaan/ pengertian dari prakarsa seorang anak dapat dilihat pada kecurigaan; keingin-tahuan, eksplorasi, dan perilaku yang sangat aktif. Anak-anak terlibat dalam pengalaman-pengalaman baru, seperti memanjat, melompat, berlari, dan melemparkan sesuatu, demi mereka sendiri dan untuk kegembiraan saja dan mengetahui apakah mereka mampu melakukan. Kegagalan untuk mengembangkan inisiatif/ prakarsa dan kebebasan memimpin memunculkan perasaan malu, tidak berharga, dan rasa bersalah. Penetapan dari suatu konsep diri yang stabil adalah yang penting kepada pengembangan ranah afektif pada seorang anak karena itu berpengaruh fungsi kognitif dan psikomotor.
Melalui perantara permainan, anak kecil mengembangkan suatu asas daya gerak yang luas, manipulatip, dan kemampuan-kemampuan stabilitas. Dengan suatu konsep diri yang positif dan yang stabil, keuntungan kontrol otot yang berlebih dapat terkendalli lebih lancar. Rasa takut, berhati-hati, dan terukur dalam bergerak pada anak usia 2 sampai 3 tahun secara berangsur-angsur akan memberikan rasa percaya diri, keinginan, sembrono dan sering juga pada anak usia 4-5 tahun. Imajinasi-imajinasi hidup memungkinkan anak dapat melakukan melompat dari "kemuliaan besar" memanjat "pegunungan tinggi " melompati "sungai-sungai deras" dan lari "lebih cepat" dari satu variasi yang dibagi-bagi dari "binatang buas liar."
Anak-anak usia pra-sekolah dengan cepat mengembangkan gerak dasar mereka. Mereka sedang menunjukkan jati diri mereka, mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka, dan menguji batas-batas seperti juga batas-batas keluarga mereka dan yang di sekitar mereka. Singkatnya, mereka sedang menuju ke luar ke dalam dunia yang lebih kompleks dan banyak cara-cara yang lebih baik. Pegurus anak harus memahami karakteristik-karakteristik perkembangan anak pra-sekolah, batasan-batasan mereka, dan potensi-potensi mereka. Hanya dengan cara ini kita dapat secara efektif memperoleh pengalaman-pengalaman struktur perkembangan yang dapat menggambarkan kebutuhan-kebutuhan dan minat anak-anak dan pada tingkat kemampuan mereka.

Karakteristik-karakteristik perkembangan berikut dapat diwakili menunjukkan suatu perpaduan dari sebuah sumber yang luas dan diperkenalkan di sini untuk menyediakan suatu pandangan yang lebih lengkap secara keseluruhan kondisi anak selama awal tahun masa anak sangat luas
1. Karakteristik Perkembangan Fisik dan Gerak
1. Anak laki-laki dan perempuan yang memiliki tinggi badan dari sekitar 33 sampai 47 inchies (83,8-119,4 cm) dan yang memiliki berat badan 25 sampai 53 pounds (11,3-24,0 kg)
2. Kemampuan-kemampuan gerak perseptual dengan cepat mengalami perkembangan, tetapi sering kali terjadi ketidakstabilan di dalam tubuh, kesadaran yang berhubungan dengan arah, dan kesadaran ruang
3. Pada akhir peride ini pengendalian kantung kemih (buang air kecil) dan kontrol isi perut (buang air besar) secara umum telah terkontrol, tetapi kesalahan-kesalahan masih sering terjadi,
4. Anak-anak selama periode ini dengan cepat mengembangkan kemampuan-kemampuan gerakan pokok di dalam berbagai macam keterampilan-keterampilan gerak. Gerakan-gerakan dari dua belah pihak seperti melompati (skiping), bagaimanapun juga sering kali mendapatkan lebih banyak kesukaran dibanding gerakan-gerakan yang secara sepihak.
5. Anak-anak memiliki sifat aktif dan energik, dan akan sering kali agak berlari pada saat berjalan, tetapi mereka masih membutuhkan waktu istirahat pendek dan sering pada tiap periode
6. Perkembangan kemampuan-kemampuan gerak pada anak-anak itu sedang mulai belajar bagaimana cara berpakaian sendiri, tetapi mereka masih memerlukan arahan, bantuan, dan mengkaitkan/ mengikatkan ikatan-ikatan pada pakaiannya.
7. Fungsi dan proses-proses dalam tubuh menjadi baik/ teratur. Keadaan fisiologis pada kondisi yang homeostasis (stabil) menjadi lebih baik.
8. Anak laki-laki dan perempuan memiliki bangunan/ struktur tubuh yang sama. Dilihat dari belakang pada anak laki-laki dan perempuan tidak terlihat ada perbedaan pada susunannya (strukturnya).
9. Kontrol gerak yang halus tidak secara penuh dibentuk, meskipun kontrol gerak kasar mengalami perkembangkan dengan cepat.
10. Mata secara umum tidak siap untuk dapat bekerja pada periode yang diperluas untuk melihat yang jauh.
2. Karakteristik Perkembangan ditinjau dari Ranah Kognitif
1. Ada kemampuan yang meningkat terus menerus untuk menyatakan pemikiran dan gagasan-gagasan secara lisan.
2. Suatu imajinasi yang luar biasa dengan sedikit konsentrasi memungkinkan meniru dari tindakan-tindakan dan lambang untuk ketelitian atau peruntunan yang sesuai dengan kejadian.
3. Ada penyelidikan dan penemuan yang kelanjut dari lambang yang baru yang mempunyai satu acuan pribadi.
4. "bagaimana" dan "mengapa" setiap tindakan yang dilakukan peserta didik (anak) dalam proses belajar melalui permainan harus selalu tetap dilakukan.
5. Ini adalah suatu tahap fase perkembangan sebelum cara kerja, menghasilkan masa transisi dari diri sendiri memuaskan perilaku sampai asas memasyarakatkan perilaku-perilaku..

3. Karakteristik Perkembangan ditinjau dari Ranah Afektif
1. Selama tahap ini anak-anak bersifat egosentris dan berasumsi bahwa setiap orang berpikir mengenai cara yang mereka kerjakan. Sebagai hasilnya, mereka sering kali sepertinya suka ribut dan segan untuk berbagi dan bergaul akrab dengan yang lain.
2. Mereka sering merasa takut dengan situasi baru, malu-malu dan enggan untuk meninggalkan keadaan yang sudah terbiasa.
3. Mereka sedang belajar untuk mengetahui yang benar dari kesalahan dan sedang mulai mengembangkan kata hati.
4. Usia 2 dan 4 tahun, anak-anak sering dilihat memiliki sifat tidak beraturan dan yang tidak lazim di dalam perilaku mereka, sedangkan mereka yang berusia 3 dan 5 tahun sering dipandang sebagai yang stabil dan menyesuaikan diri di dalam perilaku mereka.
5. Konsep diri adalah berkembang dengan cepat. Bimbingan yang bijaksana, pengalaman yang berorientasi sukses, dan terutama penguatan positif penting selama tahun ini.
4. Pelaksanaan untuk Program Perkembangan Gerak
1. Banyak peluang untuk permainan gerak kasar yang harus yang ditawarkan di dalamnya di buat ada yang tidak diarahkan dan yang diarahkan.
2. Pengalaman gerak perlu menelusuri tekanan gerakan dan memecahkan masalah.aktivitas untuk memaksimalkan kreativitas dan keinginan anak dalam menjelajah.
3. Program pendidikan gerakan perlu termasuk banyak dari penguatan yang positif untuk mendorong penetapan dari suatu konsep diri yang sehat dan untuk mengurangi takut akan kegagalan.
4. Tekanan harus ditempatkan pada pengembangkan berbagai macam gerak dasar lokomotor, manipulatif, dan kemampuan-kemampuan kesimbangan, secara bertahap dari sederhana ke kompleks sampai anak menjadi "siap."
5. Minat dan kemampuan-kemampuan anak laki-laki dan anak perempuan bersifat sebangun, selama periode ini tidak dibutuhkan aktivitas yang terpisah.
6. Banyak model aktivitas yang dirancang secara rinci yang diperlukan untuk meningkatkan fungsi gerak perseptual bersifat.
7. Daya imajinasi anak yang besar harus dimanfaatkan untuk berbagai macam aktivitas, termasuk drama dan perumpamaan.
8. Oleh karena anak-anak sering kali canggung dan gerakan-gerakan tidak efisien, yang pasti untuk mencocokkan gerakan melalui taraf kematangan mereka.
9. Menyediakan berbagai macam aktivitas yang banyak memerlukan penanganan obyek dan koordinasi mata dan tangan.
10. Mulai untuk memadukan aktivitas yang melibatkan dua sisi bersamamaan (kanan-kiri) dan aktivitas satu sisi, seperti mencongklang (berlari kencang) dan skipping, setelah gerakan-gerakan yang secara sepihak seperti loncat telah cukup baik dibentuk/ mapan.
11. Dorongan pada anak-anak untuk membantu agar tidak diperdaya kecenderungan untuk bersifat malu dan malu mengambil satu bagian untuk aktif di dalam program pendidikan gerak untuk "mempertunjukkan" dan "mengesankan" orang lain apa yang mereka dapat lakukan.
12. Aktivitas perlu penekanan pada bagian lengan, bahu, dan melibatkan tubuh bagian atas.
13. Tanpa menekankan melakukan koreksi gerakan pada suatu cakupan luas dari gerakan-gerakan pokok adalah tujuan yang utama, tanpa penekanan pada standar-standar kerja.
14. Jangan menekankan koordinasi bersama antara kecepatan dan ketangkasan.
15. Kebiasaan-kebiasaan lemah dimulai dengan penampilan sedang. Kuatkan penampilan yang baik dengan perkataan-perkataan yang positif.
16. Sediakan akses menyenangkan pada fasilitas-fasilitas kamar kecil dan beri dorongan kepada anak-anak untuk dapat menerima tanggung jawab dan rasa memiliki.
17. Memperhatikan perbedaan-perbedaan tiap individu dan mempertimbangan kemajuan anak pada daftar mereka sendiri-sendiri.
18. Tetapkan patokan-patokan untuk perilaku yang bias mereka diterima dan mentaati.

Kamis, 01 April 2010

BAHASA, MATEMATIKA DAN STATISTIK SEBAGAI SARANA BERFIKIR ILMIAH

Pendahuluan

Perkembangan ilmu dan filsafat diawali dari rasa ingin tahu, kemudian meningkatnya rasa ingin tahu, lalu kebiasaan penalaran yang radikal dam divergen yang kemudian terbagi dua yaitu berkembangnya logika Deduktif dan Induktif, selanjutnya gabungan logika deduktif dan induktif yaitu proses Logika, Hipothetico dan Verifikasi, terakhir adalah berkembangnya kreativitas.
Berdasarkan perkembangan ilmu abad 20 menjadikan manusia sebagai makhluk istimewa dilihat dari kemajuan berimajinasi. Konsep terbaru filsafat abad 20 didasarkan atas dasar fungsi berfikir, merasa, cipta talen dan kreativitas. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik perlu sarana berfikir, yang memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari.
Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut.
Berdasarkan pemikiran ini, maka tidak sukar untuk dimengerti mengapa mutu kegiatan keilmuan tidak mencapai taraf yang memuaskan, sekiranya sarana berfikir ilmiahnya memang kurang dikuasai. Melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, diperlukan sarana yang berupa bahasa, matematika dan statistik. Hal ini dapat dipahami dengan beberapa pernyataan mengapa bahasa, matematika dan statistika diperlukan dalam kegiatan ilmiah, seperti; Bagaimana mungkin seorang bisa melakukan penalaran yang cermat, tanpa menguasai struktur bahasa yang tepat? Bagaimana seseorang bisa melakukan generalisasi tanpa menguasai statistik?
Memang betul tidak semua masalah membutuhkan analisa statistik, namun hal ini bukan berarti, bahwa kita tidak peduli terhadap statistik sama sekali dan berpaling kepada cara-cara yang justru tidak bersifat ilmiah.

Berdasarkan
Metode-metode
Ilmiah


A. Bahasa
Bahasa pertama-tama dapat kita cirikan sebagai serangkaian bunyi. Dalam hal ini kita mempergunakan bunyi sebagai alat untuk berkomunikasi. Berkomunikasi tidak selalu menggunakan kata-kata tetapi dapat juga dilakukan dengan menggunakan alat-alat lain, seperti contoh menggunakan bahasa isyarat. Kedua, bahasa merupakan lambang dimana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata melambangkan suatu obyek tertentu umpamanya saja bunga atau seekor unta. Perkataan bunga dan seekor unta merupakan lambang yang diberikan kepada dua obyek tersebut. Sehingga dengan lambang-lambang yang sudah diberikan manusia dapat berkomunikasi dengan mudah.
Dengan adanya bahasa maka manusia hidup dalam dunia yakni dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Berbeda dengan binatang maka manusia mencoba mengatur pengalaman yang nyata ini dengan berorientasi dengan manusia simbolik. Bila binatang hidup menurut naluri mereka, dan hidup dari waktu ke waktu berdasarkan fluktuasi biologis dan fisiologis mereka, maka manusia mencoba menguasai semua ini. Pengalaman mengajarkan kepada manusia hidup seperti ini kurang biasa diandalkan dimana eksistensi hidupnya sangat tergantung dengan faktor-faktor yang sukar dikontrol dan diramalkan manusia mempunyai pegangan yang mengajarkan manusia agar mengekang hawa nafsu dan tidak mengikutinya seperti kuda tanpa kendali. Menurut Sigmund Freud, kebudayaan membentuk manusia dengan menekan dorongan-dorongan alami mereka, mensupliasikannya menjadi sesuatu yang berbudaya yang kemudian merupakan dasar bagi pembentukan kebudayaan. Kebudayaan memiliki landasan-landasan etika yang menyatakan mana tindakan yang baik mana yang tidak.
Karya tulis akademik dan ilmiah menuntut kecermatan bahasa karena karya tersebut harus disebarluaskan kepada pihak yang tidak secara langsung berhadapan dengan penulis baik pada saat tulisan diterbitkan atau pada beberapa tahun sesudah itu. Kecermatan bahasa menjamin bahwa makna yang ingin disampaikan penulis akan sama persis seperti makna yang ditangkap pembaca tanpa terikat oleh waktu. Kesamaan interpretasi terhadap makna akan tercapai kalau penulis dan pembaca mempunyai pemahaman yang sama terhadap kaidah kebahasaan yang digunakan. Lebih dari itu, komunikasi ilmiah juga akan menjadi lebih efektif kalau kedua pihak mempunyai kekayaan yang sama dalam hal kosakata teknis (leksikon). Ciri bahasa keilmuan adalah kemampuan bahasa tersebut untuk mengungkapkan gagasan dan pikiran yang kompleks dan abstrak secara cermat. Kecermatan gagasan dan buah pikiran hanya dapat dilakukan kalau struktur bahasa (termasuk kaidah pembentukan istilah) sudah canggih dan mantap. Arti penting kemampuan berbahasa untuk tujuan ilmiah dinyatakan Suriasumantri (1999) seperti berikut: “Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sukar bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama.”
Suriasumantri selanjutnya mengemukakan bahwa bahasa merupakan sarana untuk mengungkapkan perasaan, sikap, dan pikiran. Aspek pikiran dan penalaran merupakan aspek yang membedakan bahasa manusia dan makluk lainnya.



B. Matematika
Pengertian matematika sangat sulit didefinsikan secara akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, - 2, …, dst, melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.
Kata “matematika” berasal dari kata máthema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar” juga mathematikós yang diartikan sebagai “suka belajar”. Disiplin utama dalam matematika didasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika: studi tentang struktur, ruang dan perubahan.
Ada pendapat terkenal yang memandang matematika sebagai pelayan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu lain. Sebagai pelayan, matematika adalah ilmu dasar yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan lain. Sejak masa sebelum masehi, misalnya jaman Mesir kuno, cabang tertua dan termudah dari matematika (aritmatika) sudah digunakan untuk membuat piramida, digunakan untuk menentukan waktu turun hujan, dsb. Sebagai raja, perkembangan matematika tak tergantung pada ilmu-ilmu lain. Banyak cabang matematika yang dulu biasa disebut matematika murni, dikembangkan oleh beberapa matematikawan yang mencintai dan belajar matematika hanya sebagai hoby tanpa memperdulikan fungsi dan manfaatnya untuk ilmu-ilmu lain. Dengan perkembangan teknologi, banyak cabang-cabang matematika murni yang ternyata kemudian hari bisa diterapkan dalam berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir.

1. Matematika Sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “Artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Bila kita mempelajari kecepatan jalan kaki seseorang anak maka obyek “kecepatan jalan kaki seorang anak” dapat diberi dengan lambang x. Dalam hal ini x hanya mempunyai satu arti yaitu kecepatan jalan kaki seorang anak. Bila dihubungkan dengan obyek lain umpamanya “jarak yang ditempuh seorang anak” (y), maka dapat dibuat lambang hubungan tersebut sebagai z = y/x, dimana z melambangkan waktu berjalan kaki seorang anak. Pernyataan z = y/x kiranya jelas : Tidak mempunyai konotasi emosional dan hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan x, y dan z, artinya matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.
Sebagai bahasa, matematika melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Di manakah letak semua konsep-konsep matematika, misalnya letak bilangan 1. Banyak para pakar matematika, misalnya para pakar Teori Model yang juga mendalami filosofi di balik konsep-konsep matematika bersepakat bahwa semua konsep-konsep matematika secara universal terdapat di dalam pikiran setiap manusia. Jadi yang dipelajari dalam matematika adalah berbagai simbol dan ekspresi untuk mengkomunikasikannya. Misalnya orang Jawa secara lisan memberi simbol bilangan 3 dengan mengatakan “Telu”, sedangkan dalam bahasa Indonesia, bilangan tersebut disimbolkan melalui ucapan “Tiga”. Inilah sebabnya, banyak pakar mengkelompokkan matematika dalam kelompok bahasa, atau lebih umum lagi dalam kelompok (alat) komunikasi, bukan sains. Karena sifat-sifatnya itu dapat dikatakan bahwa matematika merupakan bahasa yang universal.
Dalam pandangan formalis, matematika adalah penelaahan struktur abstrak yang didefinisikan secara aksioma dengan menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; ada pula pandangan lain, misalnya yang dibahas dalam filosofi matematika. Struktur spesifik yang diselidiki oleh matematikawan sering kali berasal dari ilmu pengetahuan alam, dan sangat umum di fisika, tetapi matematikawan juga mendefinisikan dan menyelidiki struktur internal dalam matematika itu sendiri, misalnya, untuk menggeneralisasikan teori bagi beberapa sub-bidang, atau alat membantu untuk perhitungan biasa. Akhirnya, banyak matematikawan belajar bidang yang dilakukan mereka untuk sebab estetis saja, melihat ilmu pasti sebagai bentuk seni daripada sebagai ilmu praktis atau terapan.
Matematika tingkat lanjut digunakan sebagai alat untuk mempelajari berbagai fenomena fisik yg kompleks, khususnya berbagai fenomena alam yang teramati, agar pola struktur, perubahan, ruang dan sifat-sifat fenomena bisa didekati atau dinyatakan dalam sebuah bentuk perumusan yg sistematis dan penuh dengan berbagai konvensi, simbol dan notasi. Hasil perumusan yang menggambarkan prilaku atau proses fenomena fisik tersebut biasa disebut model matematika dari fenomena.

2. Sifat Kuantitatif Dari Matematika
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Demikian juga maka penjelasan dan ramalan (dugaan) yang diberikan oleh ilmu dalam bahasa verbal semuanya bersifat kualitatif. Dengan bahasa verbal bila kita membandingkan dua obyek yang berlainan umpamanya gajah dan semut, maka hanya bisa mengatakan gajah lebih besar dari semut, kalau ingin menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan dengan semut, maka kita mengalami kesukaran dalam mengemukakan hubungan itu. Bila ingin mengetahui secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan semut, maka dengan bahasa verbal tidak dapat mengatakan apa-apa. Kita mengetahui bahwa sebatang logam bila dipanaskan akan memanjang, tetapi tidak bisa mengatakan seberapa besar pertambahan panjang logamnya.
Untuk itu matematika mengembangkan konsep pengukuran, lewat pengukuran maka kita dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahannya bila dipanaskan. Dengan mengetahui hal ini maka pernyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif seperti sebatang logam bisa dipanaskan akan memanjang: dapat diganti dengan pernyataan matematika yang lebih eksak umpamanya :
P1 = P0 (1 +ñ), dimana P1= panjang logam pada temperature t. P0 merupakan panjang logam pada temperatur nol dan n merupakan koefesiansi pemuai logam tersebut.
Dengan adanya simbol-simbol dan angka-angka tersebutlah maka matematika dapat merubah sifat kualitatif suatu ilmu menjadi kuantitatif. Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan control dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat.
Beberapa disiplin keilmuan, terutama ilmu-ilmu social, agak mengalami kesukaran dalam perkembangan yang bersumber pada problema teknis dan dalam pengukuran. Kesukaran ini secara bertahap telah mulai dapat diatas, dan akhir-akhir ini kita melihat perkembangan yang menggembirakan, dimana ilmu-ilmu social telah mulai memasuki tahap yang bersifat kuantitatif. Pada dasarnya matematika diperlukan oleh semua disiplin keilmuan untuk meningkatkan daya prediksi dan control dari ilmu tersebut.

3. Matematika Sebagai Sarana Berfikir Deduktif
Menalar secara induksi dan analogi membutuhkan pengamatan dan bahkan percobaan, untuk memperoleh fakta yang dapat dipakai sebagar dasar argumentasi. Tetapi pancaindera kita adalah terbatas dan tidak teliti. Tambahan lagi, meskipun fakta yang dikumpulkan untuk tujuan induksi dan analogi itu masuk akal namun metode ini tidak memberikan suatu kesimpulan yang tidak dapat dibantah lagi. Umpamanya, meskipun sapi makan rumput dan babi serupa dengan sapi namun adalah tidak benar bahwa babi makan rumput.
Untuk menghindari kesalahan seperti di atas, ahli matematika mempergunakan kerangka berfikir yang lain. Umpamanya dia mempunyai fakta bahwa x – 3 = 7 dan bermaksud untuk mencari nilai x tersebut. Dia melihat bahwa jika angka 3 ditambahkan kepada kedua ruas persamaan tersebut maka dia akan memperoleh bahwa x = 10. Pertanyaannya adalah bolehkah dia melakukan langkah ini ? untuk menjawab hal tersebut maka pertama-tama dia harus mengetahui bahwa sebuah persamaan tidak berubah jika kepada kedua ruas persamaan tersebut ditambahkan nilai yang sama. Hal ini berarti bahwa dengan menambahkan angka 3 kepada kedua belah persamaan tersebut, dia takkan mengubah harga persamaan tadi. Berdasarkan hal ini maka dia berkesimpulan bahwa langkah yang dilakukannya ternyata dapat dipertanggungjawabkan. Cara berfikir yang dilakukan disini adalah deduksi. Seperti pada contoh di atas, dalam semua pemikiran deduktif, maka kesimpulan yang ditarik merupakan konsekuensi logis dari fakta-fakta yang sebelumnya telah diketahui. Disini, seperti juga pada fakta-fakta yang mendasarinya, maka kesimpulan yang ditarik tak usah diragukan lagi.


C. Statistik
Statistik berasal dari bahwa latin, yaitu status yang berarti Negara yang memiliki persamaan arti dengan state dalam bahasa Inggris yang berarti negara atau untuk menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan ketatanegaraan. Pada awalnya statistik hanya berkaitan dengan sekumpulan angka mengenai penduduk suatu daerah atau negara dan pendapatan masyarakat.Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan (data ) baik yang berwujud angka maupun yang bukan angka, yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi negara.
Statika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang melalui pengujian-pengujian yang berdasarkan kaidah-kaidah statistik. Bagi masyarakat awam kurang terbiasa dengan istilah statistika, sehingga perketaan statistik biasanya mengandung konotasi berhadapan dengan deretan angka-angka yang menyulitkan, tidak mengenakan, dan bahkan merasa bingung untuk membedakan antara matematika dan statistik. Berkenaan dengan pernyataan di atas, memang statistik merupakan diskripsi dalam bentuk angka-angka dari aspek kuantitatif suatu masalah, suatu benda yang menampilkan fakta dalam bentuk ”hitungan” atau ”pengukuran”.
Statistik selain menampilkan fakta berupa angka-angka, statistika juga merupakan bidang keilmuan yang disebut statistika, seperti juga matematika yang disamping merupakan bidang keilmuan juga berarti lambang, formulasi, dan teorema ... Bidang keilmuan statistik merupakan sekumpulan metode untuk memperoleh dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan berdasarkan data tersebut. Ditinjau dari segi keilmuan, statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengkuran . Maka, Hartono Kasmadi, dkk., mengatakan bahwa, ”statistika [statistica] ilmu yang berhubungan dengan cara pengumpulan fakta, pengolahan dan menganalisaan, penaksiran, simpulan dan pembuatan keputusan.
Prof. Dr. Sudjana, M.A., M.Sc. mengatakan ststistik adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan penganalisisannya, dan penerikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan peanganalisisan yang dilakukan. Kemudian J.Supranto memberikan pengertian ststistik dalam dua arti. Pertama statistik dalam arti sempit adalah data ringkasan yang berbentuk angka (kuantitatif). Kedua statistik dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan, penyajian dan analisis data, serta cara pengambilan kesimpulan secara umum berdasarkan hasil penelitian yang menyeluruh. Secara lebih jelas pengertian statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu tentang pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penafsiran, dan penarikan kesimpulan dari data yang berbentuk angka-angka.
Statistika digunakan untuk menggambarkan suatu persoalan dalam suatu bidang keilmuan. Maka, dengan menggunakan prinsip statistika masalah keilmuan dapat diselesaikan, suatu ilmu dapat didefinisikan dengan sederhana melalui pengujian statistika dan semua pernyataan keilmuan dapat dinyatakan secara faktual. Dengan melakukan pengjian melalui prosedur pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis yang terkandung fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima keabsahan sebagai kebenaran, tetapi dapat juga sebaliknya.

1. Sejarah Perkembangan Statistika
Sekitar tahun 1645, Chevalier de Mere, seorang ahli matematika amatir, mengajukan beberapa permasalahan mengenai judi kepada seorang ahli matematika Prancis Blaise Pascal (1623-1662 ).Tertarikdengan permaslahan yang berlatar belakang teori ini dan kemudian mengadakan korespondensi dengan ahli matematika Prancis lainnya Piere de Fermat (1601 – 1665 ), dan keduanya mengembangkan cikal bakal teori peluang.
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani kuno, Romawi bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang di kembangkan sarjana muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasar-dasar peluang ini dirumuskan maka dengan cepat bidang telaahan ini berkembang.
Statistika berakar dari teori peluang, Descartes, ketika mempelajari hukum di Universitas Poitiers antara tahun 1612 sampai 1616, juga bergaul dengan teman-teman yang suka berjudi. Sedangkan, pendeta Thomas Bayes pada tahun 1763 mengembangkan teori peluang subyektif berdasarkan kepercayaan seseorang akan terjadinya suatu kejadian. Teori ini berkembang menjadi cabang khusus dalam statestika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat subyektif. Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, bahkan Eropa pada abad pertengahan. Sedangkan teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim, namun bukan dalam lingkup teori peluang .

2. Statistika dan Berpikir Induktif
Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran. Dengan statistika kita dapat melakukakn pengujian dalam bidang keilmuan sehingga banyak masalah dan pernyataan keilmuan dapat diselesaikan secara faktual.
Pengujian statistika adalah konsekuensi pengujian secara emperis. Karena pengujian statistika adalah suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis. Artinya, jika hipotesis terdukung oleh fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima sebagai kebenaran. Sebaliknya, jika bertentangan hipotesis itu ditolak”. ...Maka, pengujian merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mencapai simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Dengan demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika induktif.
Pengujian statistik mampu memberikan secara kuantitatif tingkat kesulitan dari kesimpulan yang ditarik tersebut, pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil makin tinggi pula tingkat kesulitan kesimpulan tersebut. Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah pula tingkat ketelitiannya. Karakteristik ini memungkinkan kita untuk dapat memilih dengan seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakikat permasalahan yang dihadapi. ...Selain itu, statistika juga memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kesulitan antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat emperis.
Selain itu, Jujun S. Suriasumantri juga mengatakan bahwa pengujian statistik mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Umpamanya jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah tempat, maka nilai tinggi rata-rata yang dimaksud merupakan sebuah kesimpulan umum yang ditarik dalam kasus-kasus anak umur 10 tahun di tempat itu. Dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika induktif.
Logika induktif, merupakan sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Logika ini sering disebut dengan logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan. Oleh karena itu kesimpulan hanyalah kebolehjadian, dalaam arti selama kesimpulan itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan itu benar.
Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan dan kesimpulannya mungkin benar mungkin juga salah. Misalnya, jika selama bulan November dalam beberapa tahun yang lalu hujan selalu turun, maka tidak dapat dipastikan bahwa selama bulan November tahun ini juga akan turun hujan. Kesimpulan yang dapat ditarik dalam hal ini hanyalah mengenai tingkat peluang untuk hujan dalam tahun ini juga akan turun hujan”. Maka kesimpulan yang ditarik secara induktif dapat saja salah, meskipun premis yang dipakainya adalah benar dan penalaran induktifnya adalah sah, namun dapat saja kesimpulannya salah. Sebab logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang.
Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia, umpamanya, bagaimana caranya kita mengumpulkan data sampai pada kesimpulan tersebut. Hal yang paling logis adalah melakukan pengukuran tinggi badan terhadap seluruh anak 10 tahun di Indonesia. Pengumpulan data seperti ini tak dapat diragukan lagi akan memberikan kesimpulan mengenai tinggi rata-rata anak tersebut di negara kita, tetapi kegiatan ini menghadapkan kita kepada persoalan tenaga, biaya, dan waktu yang cukup banyak. Maka statistika dengan teori dasarnya teori peluang memberikan sebuah jalan keluar, memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi. Jadi untuk mengetahui tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia kita tidak melakukan pengukuran untuk seluruh anak yang berumur tersebut, tetapi hanya mengambil sebagian anak saja.
Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L.Searles [1956], diperlukan proses penalaran sebagai berikut: [1] Langkah pertama, mengumpulan fakta-fakta khusus. Metode khusus yang digunakan observasi [pengamatan] dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, eksperimen terjadi untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari. [2] Langkah kedua, dalam induksi ialah perumusan hipotesis. Hipotesis merupakan dalil sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi peneliti lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat sebagai berikut: harus dapat diuji kebenarannya, harus terbuka dan dapat meramalkan bagi pengembangan konsekuensinya, harus runtut dengan dalil-dalil yang dianggap benar, hipotesisi harus dapat meenjelaskan fakta-fakta yang dipersoalkan. [3] Langkah ketiga, dalam hal ini penalaran induktif ialah mengadakan verifikasi. Hipotesis adalah sekedar perumusan dalil sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin banyak bahan bukti yang diambil makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Demikian sebaliknya, makin sedikit bahan bukti yang mendukungnya semakin rendah tingkat kesulitannya. Memverifikasi adalah membuktikan bahwa hipotesis ini adalah dalil yang sebenarnya. Ini juga mencakup generalisasi, untuk menemukan hukum atau dalil umum, sehingga hipotesis tersebut menjadi suatu teori. [4] Langkah keempat, teori dan hukum ilmiah, hasil terakhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah untuk sampai pada hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi oleh induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagia semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi.
Untuk itu, statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif. Bagaimana seseorang dapat melakukan generalisasi tanpa menguasai statistik? Memang betul tidak semua masalah membutuhkan analisis statistik, namun hal ini bukan berarti, bahwa kita tidak perduli terhadap statistika sama sekali dan berpaling kepada cara-cara yang justru tidak bersifat ilmiah.
Dari berbagai uraian yang dikemukakan di atas, penulis mencoba memberikan beberapa ringkasan sebagai berikut : [1] Dalam kegiatan atau kemampuan berpkir ilmiah yang baik harus menggunakan atau didukung oleh sarana berpkir ilmiah yang baik pula, karena tanpa menggunakan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melakukakan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik. [2] Cara berpikir ilmiah dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan logika induktif dan logika deduktif. [3] Penggunaan statistika dalam proses berpikir ilmiah, sebagai suatu metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang berdasarkan logika induktif. Karena statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif. [4] Berpkir induktif, bertitik tolak dari sejumlah hal-hal yang bersifat khusus untuk sampai pada suatu rumusan yang bersifat umum sebagai hukum ilmiah.


Kesimpulan
1. Untuk melakukan kegiatan ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa bahasa, matematika dan statistika.
2. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik.
3. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain
4. Matematika melambangkan serangkaian makna dari pernyataan-pernyataan yang ingin kita sampaikan menjadi simbol-simbol.
5. Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran.

DAFTAR PUSTAKA


Gie, The Liang. Pengantar Filsafat Ilmu. Edisi kedua (diperbaharui), Liberty, Yogyakarta. 1991

http://www.google.co.id/search?q=Bahasa+Matematika+Statistika+dalam+Filsafat+Ilmu., 10-11-2007

http://suwardjono.com/upload/aspek-kebahasaan-indonesia-dalam-karya-tulis-akademik-ilmiah-kesarjanaan.pdf. 10-11-2007

http://www.google.co.id/search?q=Sarana+Berpikir+Ilmiah,pdf&hl. 10-11-2007

Husaini Usman., Purnomo Setiady Akbar. Pengantar Statistika. Edisi Kedua. Bumi Aksara. Jakarta. 2006

M. Iqbal Hasan. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Bumi Aksara, Jakarta. 2005

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 1988

Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 1977

Suriasumantri, Jujun S. Hakikat Dasar Keilmuan, dalam M. Thoyibi (editor), Filsafat Ilmu dan Perkembangannya. Muhammadiyah University Press, Surakarta, 1999

LOGIKA, PROPOSISI, DAN PENALARAN

A. Pendahuluan

Makalah ini disusun dalam rangka proses pembelajaran mata kuliah Filsafat Ilmu yang membahas berbagai aspek yang menyangkut ontologi keilmuan, epistemologi keilmuan, dan aksiologi keilmuan sebagai dasar berfikir ilmiah, yang bertujuan untuk memiliki wawasan dan pemahaman dasar yang memadai terutama sebagai salah satu bekal dasar yang berhubungan dengan masalah penelitian penyusunan tesis.

Dalam pembahasan makalah ini kami akan mencoba beberapa kajian yang akan dipaparkan yang berhubungan dengan masalah : logika, proposisi dan penalaran, penalaran deduktif, penalaran induktif, kesalahan penalaran dan penalaran ilmiah, tentunya kajian-kajian yang kami lakukan mengacu kepada referensi-referensi yang telah direkomendasikan dalam perkuliahan.


B. Pembahasan
1. Logika, Proposisi dan Penalaran
a. Logika

Logika merupakan bagian filsafat yang membicarakan hakekat ketepatan, cara menyusun pikiran yang dapat menggambarkan ketepatan berpengetahuan. Jadi tepat belum tentu benar, sedangkan benar selalu mempunyai dasar yang tepat, hingga logika tidak mempersoalkan kebenaran sesuatu yang dipikirkan akan tetapi membatasi diri pada ketepatan susunan berpikir yang menyangkut pengetahuan dan mempersyaratkan kebenaran, bukan wacana kebenarannya, contoh kalimat ” Saya berangkat bersama teman ke tempat rekreasi ” kalimat ini memenuhi syarat kelogisan karena susunan berpikirnya tepat, boleh jadi juga benar, contoh kalimat lainnya ”Kuda berkaki tujuh” kalimat ini tepat dalam urutannya hingga memenuhi syarat kelogisan, tetapi tidak benar.

Secara etimologis, logika berasal dari bahasa Yunani kuno, logos yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Namun pengertian dasarnya sering disebut sebagai ilmu berkata-kata atau ilmu berfikir benar, bukan tepat melainkan benar, hal ini sesuai pendapat Thomas Maunter (1999), logika merupakan penyelidikan yang memiliki objek berupa prinsip-prinsip bernalar yang benar.

1) Sejarah Logika
Yunani Kuno
Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium (334 SM - 226 SM), yaitu pelopor Kaum Stoa, sedangkan sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.

Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini.

Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.


Abad Pertengahan dan Logika Modern

Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan Boethius masih digunakan, hingga Thomas Aquinas (1224-1274) dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika dan melahirkan tokoh-tokohlogika modern seperti:
(1) Petrus Hispanus (1210 - 1278)
(2) Roger Bacon (1214-1292 )
(3) Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar .

Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam bukunya An Essay Concerning Human Understanding, sedangkan Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum, dan dilanjutkan oleh J.S. Mills (1806 - 1873) yang menekankan logika pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic.

Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:
(1) Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.
(2) George Boole (1815-1864)
(3) John Venn (1834-1923)
(4) Gottlob Frege (1848 - 1925)

Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs). Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).

Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain
2) Macam-macam logika
(1) Logika alamiah (Naturalis)
Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir, yang berdasarkan pengalaman. Mesalnya : dapat membedakan bahwa sesuatu itu adalah berbeda dengan sesuatu yang lain atau suatu buah-buahan dapat atau tidak dapat dimakan.

(2) Logika ilmiah (Artisifialis)
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi, dasarnya hasil penelitian laboratorium. Misalnya : suatu buah-buahan dapat atau tidak dapat dimakan dengan berdasarkan hasil penelitiam, unsur apa yang terdapat dalam buah-buahan hingga dapat dimakan dan tidak dapat dimakan .

3) Kegunaan logika
(1) Membantu setiap orang yang mempelajari untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
(2) Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
(3) Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
(4) Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas- asas sistematis
(5) Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan serta kesesatan.
(6) Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.


b. Proposis

proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan salahnya , misalnya :

Hasan adalah manusia penyabar.
Besi bila dipanaskan memuai.
Agus Salim adalah diplomat.
Semua gajah tidak punah di tahun 1984.
Shakespear bukan pemimpin militer.
Besi tidak lebih ringan daripada air tawar.

Bila ada pernyataan pikiran yang mengungkapkan keinginan dan kehendak tidak dapat dinilai benar dan salahnya bukanlah proposisi, misalnya :

Semoga Tuhan selalu melindungi.
Ambilkan aku segelas air.
Alangkah cantiknya gadis itu.
Saudara sekalian yang terhormat.
Cis kau anak tolol
Wahai purnama bersinarlah selalu

1. Macam proposisi, yang menurut sumbernya adalah :
a. Proposisi analitik (proposisi a priori) , adalah proposisi yang predikatnya mempunyai pengertian yang sudah terkandung pada subyeknya, seperti :

Mangga adalah buah-buahan
Kuda adalah hewan
Ayah adalah orang laki-laki
Kata “buah-buahan” pada contoh “Mangga adalah buah-buahan”, pengertiannya sudah terkandung pada subyek “mangga”. Jadi predikat pada proposisi analitik tidak mendatangkan pengetahuan baru.

b. Proposisi sintetik(proposisi a posteriori), adalah proposisi yang predikatnya yang mempunyai pengertian yang bukan menjadi keharusan bagi subyeknya, seperti :

Pepaya ini manis
Gadis itu gendut
Onassis adalah kaya raya
Kata “manis” pada contoh “Pepaya ini manis”, pengertiannya belum terkandung pada subyeknya, yaitu “pepaya”. Jadi kata manis merupakan pengetahuan baru yang didapat melalui pengalaman, maka untuk mengetahui sesuai tidaknya dengan kenyataan empiriknya harus diuji terlebih dahulu.



2. Bentuk proposisi
a. Proposisi kategorik, adalah proposisi yang mengandung pernyataan tanpa adanya syarat, seperti :

Hasan sedang sakit.
Anak-anak yang tinggal di asrama adalah mahasiawa.
Orang rajin akan mendapatkan sesutu yang lebih dari yang mereka harapkan.

Proposisi kategorik yang paling sederhana terdiri dari satu term subyek, satu term predikat, satu kopula dan satu quantifier. Subyek, sebagaimana kita ketahui, adalah term yang menjadi pokok pembicaraan. Predikat adalah term yang menerangkan subyek. Kopula adalah kata yang menyatakan hubungan antara term subyek dan term predikat. Quantifier adalah kata yang menunjukkan banyaknya satuan yang diikat oleh term subyek, contoh :

Sebagian manusia adalah pemabuk
1 2 3 4
1 = quantifier 2 = term subyek 3 = kopula 4 = term predikat

Quantifier ada kalanya menunjuk kepada permasalahan universal, seperti kata: seluruh, semua, segenap, setiap, tidak satu pun; ada kalanya menunjuk kepada permasalahan partikular, seperti: sebagian, kebanyakan, beberapa, tidak semua, sebagian besar, hampir seluruh, rata-rata, [salah] seorang di antara ...; [salah] sebuah di antara ...; ada kalanya menunjuk kepada permasalahan singular, tetapi untuk permasalahan singular biasanya quantifier tidak dinyatakan. Apabila quantifler suatu proposisi menunjuk kepada permasalahan universal maka proposisi itu disebut proposisi universal; apabila menunjuk kepada permasalahan partikular disebut proposisi partikular, dan apabila menunjuk kepada permasaiahan singular, disebut proposisi singular.

Perlu diketahui, meskipun dalam suatu proposisi tidak dinyatakan quantifiernya tidak berarti subyek dari proposisi tersebut tidak mengandung pengertian banyaknya satuan yang diikatnya. Dalam keadaan apapun subyek selalu mengandung jumlah satuan yang diikat. Lalu bagaimana menentukan kuantitas dari proposisi yang tidak dinyatakan quantifier-nya. Kita dapat mengetahui lewat hubungan pengertian antara subyek dan predikatnya.

Kopula, adalah kata yang menegaskan hubungan term subyek dan term predikat baik hubungan mengiakan maupun hubungan mengingkari. Bila ia berupa ‘adalah’ berarti mengiakan dan bila berupa ‘tidak, bukan atau tak’ berarti mengingkari. Kopula menentukan kualitas proposisinya. Bila ia mengiakan, proposisinya disebut proposisi positif dan bila mengingkari disebut proposisi negatif. Kopula dalam proposisi positif kadang-kadang dinyatakan dan kadang-kadang tidak (tersembunyi). Kopula pada proposisi negatif tidak rnungkin disembunyikan, karena bila demikian berarti mengiakan hubungan antara term subyek dan predikatnya.

Dengan quantifier dapat kita ketahui kuantitas proposisi tertentu, apakah universal, partikular ataukah singular, dan dengan kopula bisa kita ketahui kualitas proposisi itu apakah positif ataukah negatif. Dari kombinasi antara kuantitas dan kualitas proposisi maka kita kenal enam macam proposisi, yaitu: (a) universal positif, (b) partikular positif, (c) singular positif, (d) universal negatif, (e) partikular negatif, (f) singular negatif, Proposisi universal positif, kopulanya mengakui hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan, dalarn Logika dilambangkan dengan huruf A. Proposisi partikular positif kopula mengakui hubungan subyek dan predikat sebagian saja dilambangkan dengan huruf I. Proposisi singular positif karena kopulanya mengakui hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan maka juga dilambangkan dengan huruf A. Huruf A dan I masing masing sebagai lambang proposisi universal positif dan partikular positif diambil dari dua huruf hidup pertama kata Latin Affirmo yang berarti mengakui.

Proposisi universal negatif kopulanya mengingkari hubungan subyek dan predikatnya secara keseluruhan, dalam Logika dilambangkan dengan huruf E. Proposisi partikular negatif kopuIanya mengingkari hubungan subyek dan predikat sebagian saja, dilambangkan dengan huruf O.Proposisi singular negatif karena kopulanya mengingkari hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan, juga dilambangkan dengan huruf E. Huruf E dan 0 yang dipakai sebagai lambang tersebut diambil dari huruf hidup dalam kata n Eg O, bahasa Latin yang berarti menolak atau mengingkari.

Dengan pembahasan di atas maka kita mengenal lambang, permasalahan dan rumus proposisi sebagai berikut:
Lambang Permasalahan Rumus A Universal positif Semua S adalah I Partikular positif Sebagian S adalah E Universal negatif Semua S bukan 0 Partikular negatif Sebagian S bukan P

Dalam menentukan apakah suatu proposisi itu positif atau negatif, kita tidak boleh semata-mata berdasarkan ada tidaknya indikator negatifnya, yaitu: tak, tidak atau bukan. Indikator itu menentukan negatifnya suatu proposisi apabila ia berkedudukan sebagai kopula. Bila indikator tidak berkedudukan sebagai kopula proposisi Itu adalah positif.

b. Proposisi hipotetik, adalah proposisi yang mengandung pernyataan dengan syarat, seperti :

Jika permintaan bertambah maka harga akan naik

Pada proposisi hipotetik kopulanya adalah ” jika, apabila, manakala, kemudian dilanjutkan dengan maka” ,dan menghubungkan dua buah pernyataan seperti contoh di atas, ”Jika’ dan ”maka’ adalah kopula, ” permintaan bertambah” sebagai pernyataan pertama disebut sebab atau antecedent dan ” harga akan naik” sebagai pernyatan kedua disebut akibat atau konsekuen.Proposisi hipotetik mempunyai 2 bentuk, yaitu : (1) proposisi hipotetik yang mempunyai hubungan kebiasaan, seperti :

Bila A adalah B maka A adalah C

Bila Hasan rajin ia akan naik kelas.
Jika tanaman sering diberi pupuk ia akan subur.
Manakala seseorang dihina, maka ia akan marah.
(2) proposisi hipotetik yang mempunyai hubungan keharusan, seperti :

Bila A adalah B maka C adalah D

Bila hujan, saya naik beca.
Bila keadilan tidak dihiraukan, maka rakyat akan menuntut.
Bila permintaan bertambah, maka harga akan naik.

c. Proposisi disyungtif, adalah proposisi yang mengandung pernyataan jika tidak benar maka salah, pada proposisi ini kopulanya berupa ” jika” dan ”mka”, seperti :

Hidup kalau tidak bahagia adalah susah.
Hasan di rumah atau di sekolah.
Jika bukan Hasan yang mencuri maka Budi.
Ada 2 bentuk proposisi disyungtif, yaitu :(1) proposisi disyungtif sempurna yang mempunyai alternatif kontradiktif, dengan rumusannya : A mungkin B mungkin non B, seperti :

Hasan berbaju putih atau berbaju non putih.
Budi mungkin masih hidup mungkin sudah mati (non-hidup).
Fatimah berbahasa Arab atau berbahasa non-Arab.
(2) proposisi disyungtif tidak sempurna, alternatifnya tidak berbentuk kontradiktif, dengan rumusannyain : A mung B mungkin C, seperti :

Hasan berbaju hitam aatau berbaju putih.
Budi di toko atau di rumah.
PSSI kalah atau menang.

c. Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Penalaran juga merupakan aktifitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan lambang. Lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dan lambangnya adalah kata, untuk proposisi lambangnya adalah kalimat (kalimat berita) dan untuk penalaran lambangnya adalah argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.

1. Ciri penalaran
a. Adanya suatu pola berpikir secara luas dapat disebut logika, bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri atau kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis.
b. Adanya suatu proses berpikir bersifat analitik, yakni kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.

2. Jenis metode dalam menalar
a. Penalaran Induktif.
Pengertian
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif, contoh :

Kambing mempunyai mata.
Gajah mempunyai mata.
Kucing mempunyai mata.
Semua binatang mempunyai mata

b. Penalaran Deduktif
Pengertian
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus, contoh:

Semua mahluk mempunyai mata. (Premis mayor)
Si Polan adalah seorang mahluk. (Premis minor)
Jadi Si Polan mempunyai mata. (Kesimpulan)

3. Kesalahan Penalaran
kesalahan adalah Kesesatan yang terjadi dalam aktifitas berfikir dikarenakan penyalah-gunaan bahasa dan/ atau penyalahan relevansi.
Kesesatan merupakan bagian dari logika, dikenal juga sebagai fallacia/falaccy, dimana beberapa jenis kesesatan penalaran dipelajari sebagai lawan dari argumentasi logis.Kesesatan terjadi karena dua hal:
1) Ketidak tepatan bahasa, pemilihan terminologi yang salah.
2) Ketidak tepatan relevansi,(1) Pemilihan premis yang tidak tepat; yaitu membuat premis dari proposisi yang salah (2) Proses kesimpulan premis yang caranya tidak tepat (3) premisnya tidak berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa 3 bentuk pemikiran manusia adalah aktifitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.

C. Kesimpulan

Ditinjau dari pola berfikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut.





















DAFTAR KEPUSTAKAAN



Internet. 2007

H. Mundiri, Drs. Logika. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2006

Yunus, Mahmud. Logika Suatu Pengantar. Surabaya : Graha Ilmu. 2007-10-02

Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogyakarta. 2004

Kukla, Andre. Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Jendela. 2002

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. 2005

Wiramihardja, Psi. Prof. Dr.Sutardjo A. Pengantar Filsafat. Bamdung : Rerfika Aditama. 2006