1.
SUPERCOMPENSATION CYCLE
AND ADAPTATION.
Sebuah fenomena dalam
pelatihan yang disebut supercompensation,
atau yang lebih dikenal dengan istilah weigert’s
law of supercompensation. Pertama dijelaskan oleh Folbrot pada tahun 1941
dan selanjutnya telah di diskusikan lagi oleh Hans Selye dalam bukunya yang
berjudul The Stress Of Live, yang
menyebutnya dengan general adaptation
syndrome. Beberapa peneliti rusia, jerman timur dan amerika juga telah
memberikan penjelasan lebih mengenai inti dari konsep pelatihan tersebut. jika
diartikan secara umum maka yang dimaksud superkompensasi tersebut adalah hasil
pasca periode pelatihan yang sangat mempengaruhi fungsi terlatih untuk memiliki
kapasitas kinerja yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Inti
dari teori selye tersebut adalah bagaimana cara untuk mengantisipasi adanya
tingkatan stres yang tinggi dan tidak diinginkan sebagai akibat dari proses
latihan yang malampaui beban maksimal yang bisa diterima oleh tubuh atlet. seorang pelatih yang baik harus bisa
memilah tingkatan – tingkatan pelatihan yang sesuai kemampuan fisik dan
psikologi atletnya, sehingga seorang pelatih harus tahu Kapan saatnya
memberikan alternatif pilihan latihan yang intensif, sedang, ataupun latihan
ringan. Sesuai dengan konsep dari superkompensasi.
Banyak
sekali hasil yang dapat diperoleh dari penerapan metode superkompensasi
tersebut, beberapa diantaranya adalah :
· Membantu atlet dalam
menangani stres dan mengantisipasi proses latihan yang berintensitas tinggi
·
Membantu pelatih dalam
membuat struktur sistem pelatihan
·
Menghindari serangan
kritis dari kelelahan dan kelebihan beban latihan
·
Menyadarkan pelatih
akan pentingnya melakukan alternatif intensitas latihan
·
Mengkombinasikan kedua
unsur teknik fisiologi dan psikologi dalam berlatih
Sesi
Latihan Supercompensation cycle
Setelah mengikuti sesi
latihan, para atlet dituntut untuk bisa menghilangkan kelelahan, memulihkan
kondisi glikogen dan pospagen otot, mengurangi level sirkulasi cortisol, juga
harus bisa menghadapi kondisi asam laktat yang telah terakumulasi. Masa
pemulihan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya statistik latihan
atlet, kontraksi otot yang terjadi selama proses berlatih, teknik pemulihan
yang dilakukan, dan keadaan nutrisi tubuh yang dimiliki atlet tersebut. faktor
nutrisi ialah merupakan hal yang paling utama, karena kondisi diet nutrisi yang
tidak tercukupi akan memperpanjang masa pemulihan.
Fase
superkompensasi.
a. Fase
pertama (durasi 1 – 2 jam)
Setelah selesai berlatih maka yang akan
pertama kali dirasakan oleh tubuh kita adalah kelelahan. Berlatih mengakibatkan
kelelahan yang terjadi baik pada pusat maupun sekitar sistem mekanisme tubuh
kita. Ada beberapa hal penyebab kelelahan diantaranya adalah menurunnya
keaktifan saraf otot sebagai dampak yang dihasilkan dari proses latihan, selain
itu juga kelelahan disebabkan oleh terganggunya pergerakan saraf otot dan
penyebaran impuls saraf, penurunan kalsium dalam tubuh yang dikendalikan oleh
sarkoplasma retikulum, dan faktor faktor lainnya yang mengganggu proses
kontraktil dalam tubuh.
b. Fase
kedua (durasi 24 – 48 jam)
Setelah sesi latihan berakhir maka fase
berikutnya yang disebut kompensasi dimulai. Yang terjadi dalam fase ini adalah
pemulihan ATP dalam jangka waktu 3 sampai 5 menit setelah latihan, yang
dimaksud dengan ATP adalah sebuah
molekul yang
berfungsi sebagai sumber energi universal untuk reaksi seluler. Tetapi bila
latihan yang dilakukan dalam intensitas yang tinggi, maka proses pemulihanATP
tersebut berlangsung hingga 15 menit.
Dalam waktu 2 jam setelah berlatih ataupun pertandingan yang
banyak melakukan kegiatan penyusutan peregangan seperti melompat, maka electromyographic (EMG) yaitu sebuah
teknik untuk memeriksa dan merekam aktivitas sinyal otot akan sepenuhnya pulih
bersamaan dengan pulihnya kekuatan yang terukur oleh maximal voluntary contraction (MVC). Pada fase ini pula kondisi
glikogen otot pada dasarnya akan pulih, terkecuali jika ada cedera serius yang
dialami oleh otot maka proses pemulihan akan terjadi lebih lama
c.
Fase ketiga (durasi 36 – 72 jam)
Dalam fase ini ditandai dengan adanya titik balik dari proses
superkompensasi yang menghasilkan pengkatan kualitas performa. Diantaranya
adalah kapasitas kemampuan tubuh meningkat, rasa sakit pada otot kembali pulih
ke posisi semula. Terjadi peningkatan dalam aspek psikologis, seperti misalnya
rasa percaya diri yang tinggi, berfikiran positif , dan bisa mengatasi rasa
stres dan frustasi pada saat pelatihan.
d.
Fase keempat (durasi 3
– 7 hari)
Jika kita perhatikan tabel 1.1 diatas maka disana ada fase
dimana setelah puncak dari superkompensasi,
tubuh akan mengalami penurunan kembali yang disebut involution. Apabila seorang atlet tidak mendapat stimulus yang baik
saat fase puncak dari superkompensasi maka munculah fase berikutnya yaitu involution yang menyebabkan penurunan
hasil kompensasi latihan yang didapat terutama dari sektor psikologi. Maka
untuk mencegah hal ini terjadi seorang atlet harus tetap menjaga proses latihan
dengan diberikan rangsangan – rangsangan yang sesuai dengan kebutuhan atlet
tersebut untuk bisa mempertahankan performa dan kapasitas tubuhnya baik fisik
maupun psikologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar